Guilt Trip: Rasanya Seperti Bersalah, Tapi.. Apakah Aku Benar-benar Salah?
Pernahkah Puan merasa sangat bersalah atau kecewa karena kata-kata yang dilontarkan oleh lawan bicara Puan? Padahal, setelah dipikir-pikir hal tersebut bukanlah salah Puan. Pernahkah kamu dimanipulasi seperti itu, Puan? Jika kamu pernah merasakannya atau melakukannya kepada orang lain, manipulasi seperti itu disebut sebagai Guilt Trip.
Dilansir dari pyschology today, Guilt Trip merupakan sebuah komunikasi verbal ataupun nonverbal yang digunakan oleh seseorang kepada korban dengan tujuan menyebabkan rasa bersalah pada korban, yang nantinya rasa bersalah ini akan dimanfaatkan oleh pelaku untuk mengontrol perilaku si korban agar dapat memenuhi keinginan mereka.
Guilt Trip sering ditemukan di sekitar lingkungan kita, bahkan orang-orang yang menjadi pelaku merupakan orang yang memiliki hubungan dekat dengan kita, bahkan bisa saja salah satu pelakunya merupakan keluarga kita. Contoh kecilnya, mungkin terkadang Puan ingin merasakan me time setelah menjalani hari yang panjang dan melelahkan, namun si mama tiba-tiba meminta Puan untuk menemaninya datang ke arisan, tanpa berfikir panjang Puan menolak ajakan si mama, tak lama kemudian terucap kalimat seperti ini dari mulut mama,
“Kamu kok tega sama mama? Enggak sayang sama mama lagi? Udah bisa kamu masak sendiri?”
Nah, seperti itulah salah satu contoh guilt trip yang ada di sekitar kita. Mungkin hal ini jika dilakukan sekali hingga dua kali bisa saja dimaklumi oleh beberapa orang. Namun, tak jarang di antara mereka malah terjebak perasaan bersalah dan termanipulasi oleh kata-kata yang dilontarkan. Lalu, apa saja ciri-ciri korban yang terkena guilt trip?
- Selalu merasa bersalah
Setelah berkata tidak, ada perasaan tidak enak yang dialami Puan atau mungkin setelah mendengarkan kalimat yang dilontarkan, kamu berpikir bahwa yang kamu lakukan adalah hal yang salah.
2. Seringkali dibandingkan dengan orang lain
“Kamu enggak kayak si xxx yang selalu fast respon”
“Contoh tuh anak ibu xxx, selalu patuh dia sama ibunya”
Setelah dibanding-bandingkan, kemudian ada perasaan bersalah yang muncul dari dalam diri Puan. Kamu menjadi sering mempertanyakan hal-hal yang tidak kamu miliki dari orang lain.
3. Susah mengatakan tidak
Pelaku guilt trip tak henti-hentinya membentuk perilaku korban akan korban mau mengikuti semua kemauannya. Dimulai dari rasa bersalah yang tak pernah usai, Puan juga akan menjadi seseorang yang “meng-iyakan” segala permintaan pelaku atas dasar rasa bersalah Puan kepada mereka.
4. Tidak bebas menjadi diri sendiri
Karena semua manipulasi yang sudah dibentuk oleh pelaku, korban cenderung menjadi orang yang akan mendengar perkataan pelaku sehingga ia sampai melupakan jati dirinya. Keinginan untuk menjadi diri sendiri seringkali terhalangi oleh kemauan si pelaku.
5. Menjadikan semua hal atas dasar ‘demi kebaikan’
Maksud point ini adalah ketika Puan menolak permintaan si pelaku, mereka cenderung akan memberikan berbagai alasan yang berdasarkan “demi kebaikan” Puan. Hmm, apakah Puan, pernah mengalaminya?
Lalu, setelah mengetahui ciri-ciri seorang korban guilt trip, lantas langkah apa yang harus dilakukan untuk menghindarinya?
Tentu banyak hal yang bisa Puan lakukan, salah satunya dengan mencoba menjaga jarak komunikasi dengan si pelaku. Mulai bentuk boundaries milik Puan sendiri, jika sudah terlanjur dihantui oleh manipulasi hingga mengganggu aktivitas keseharian Puan, ada baiknya Puan segera berkonsultasi dengan yang ahli ya!
Author:
Namratul Ulya