Stoikisme: If It Meant to Be It Will Be

Puan Bisa
2 min readJul 21, 2021

--

source: google

Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan seseorang bisa diluar ekspetasinya sendiri, merasa sudah bekerja keras meraih sesuatu tapi justru yang didapatkan bukan apa yang ia mau. Merasa sedih, depresi, frustasi atau marah karena hal tersebut. Padahal, kalau disadari banyak hal yang memang di luar kendali kita.

“Aku udah belajar sampai enggak tidur, tapi kenapa aku enggak lolos ujian?”

Puan pernah enggak melontarkan kalimat tersebut? Padahal tanpa disadari bahwa banyak hal dari upaya kita yang adalah sesuatu yang di luar kendali kita sendiri.

Berasal dari Yunani Kuno, Zeno mengajarkan kita tentang bagaimana kehidupan harus selaras dengan alam. Aliran ini dinamakan pula sebagai Stoikisme atau mungkin juga dikenal sebagai filosofi teras.

Dalam konsepnya, Filosofi Teras juga mengajarkan prinsip tentang dikotomi kendali. Maksudnya adalah, segala sesuatu dalam kehidupan kita dibagi menjadi dua: apa yang bisa kita kendalikan dan apa yang di luar kendali kita. Hal-hal yang bisa diri kita kendalikan hanyalah pikiran, perkataan, opini, dan tindakan kita. Sementara, di luar itu semua merupakan sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan. Seperti cuaca, kejutan dalam hidup, pendapat orang lain tentang kita dan lainnya.

Sering kali cemoohan orang-orang mengenai kita mengenai diri kita membuat diri kita terhambat. Kaum Stoa menganggap bahwa sebuah cemoohan merupakan hal yang netral, mereka menganggap jika cemoohan dipandang sebagai suatu yang negatif maka itu akan mengganggu peace of mind mereka. Kaum Stoa akan mengubah persepsi dan menganggap hal tersebut sebagai kritik dan konstruktif untuk diri mereka.

“Bukan masalah-masalahmu yang mengganggumu, tetapi cara Anda memandang masalah-masalah itu. Semuanya bergantung pada cara Anda memandang sesuatu.”

Kalimat di atas merupakan salah satu kutipan dari Epictetus, salah satu tokoh filsuf Stoa. Epictetus meyakini bahwa terkadang adanya masalah dalam hidup kembali lagi ke cara kita memandang suatu masalah tersebut. Misalnya nih Puan, kamu mendapatkan komentar negatif dari beberapa orang. Epictetus akan menyarankan kamu untuk memikirkan sisi positif dari komentar tersebut daripada marah-marah mempermasalahkan komentar negatif tersebut! Karena, lagi-lagi penganut filsuf ini menganut konsep free from suffering, terbebas dari penderitaan. Dimana, penderitaan yang dimaksud merupakan penderitaan secara emosi. Kaum Stoa mengatakan bahwa kunci kebahagiaan mereka adalah tercapainya peace of mind atau ketenangan batin.

Jadi bagaimana, Puan? Intinya, percayalah bahwa suatu hal tidak ada yang sia-sia, walaupun nantinya gagal, hal tersebut memang sudah ditakdirkan.

Banyak hal-hal yang memang tidak bisa kita kendalikan. Jadi, kalau memang sudah jalannya, tidak perlu pusing, bukan?

Author:
Namratul Ulya F

--

--

Puan Bisa
Puan Bisa

Written by Puan Bisa

Komunitas perempuan muda yang mendukung pengembangan karir, self-improvement, dan mental health. #MariBerkembangBersama

No responses yet